Profile

Masalah agraria menjadi salah satu isu penting yang diperbincangkan saat ini. Mengingat makin banyaknya kasus-kasus konflik yang menyangkut agraria, sebut saja konflik Mesuji di Lampung.

Pasca reformasi, konflik agraria bahkan semakin masif terjadi. Hal ini muncul karena ada reclaiming petani terhadap tanah-tanah yang dikuasai oleh swasta. Petani menuntut haknya yang selama ini telah diambil oleh swasta maupun pemerintah. Keadaan tersebut sama seperti apa yang terjadi di Mesuji, Lampung tepatnya di daerah yang bernama register 45. Konflik antara petani dengan swasta yaitu PT Silva Inhutani memperebutkan lahan seluas 43.000 hektare di kawasan register 45. Bahkan sempat terjadi kericuhan yang menyebabkan beberapa korban meninggal dari kalangan warga masyarakat

Sengketa lahan sampai saat ini masih tetap menjadi fenomena global termasuk tentunya di Indonesia.Sengketa lahan di Indonesia secara umum dapat dilihat dari beberapa pendekatan yang terjadi di lapangan yaitu warga,BPN,perusahaan swasta. Adapun persoalan sengketa lahan lebih dipicu oleh perebutan tanah dan rendahnya kesadaran warga sekitar lokasi tersebut.

Secara konseptual maupun praktis pemahaman tentang sengketa lahan jika dicermati seringkali terjadi kesalahan. Pada tataran konseptual, paradigma,pendekatan, dan metodologi yang digunakan selama ini masih berpijak pada out comes indicators, sehingga kurang memperhatikan aspek serta sebab-sebab yang mempengaruhinya. Masyarakat di lihat hanya sebagai korban pasif dan objek penelitian, dan bukannya sebagai manusia yang memiliki “sesuatu“ yang dapat digunakan, baik dalam mengidentifikasi kondisi kehidupannya maupun usaha-usaha perbaikan yang dilakukan oleh mereka sendiri.Pada tataran praktis, kebijakan dan program pengentasan sengketa lahan belum sepenuhnya menyentuh akar penyebab sengketa tersebut. 

Akibatnya, program-program tersebut tidak mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat, sehingga sulit mewujudkan aspek keberlanjutan dari program penanggulangan lahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan koreksi secara mendasar beberapa hal yang menjadi landasan pengambilan kebijakan pada masa lalu, antara lain : masih bersifat parsial, berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro, kebijakan yang terpusat, lebih bersifat karikatif, bernuansa jangka pendek dan tidak struktural,serta memposisikan masyarakat sebagai objek Untuk itu diperlukan tindakan kebijakan atau program untuk mengatasi akar persoalan. Pembangunan yang berbasiskan pemberdayaan merupakan pilihan utama untuk mengatasi persoalan dasar termasuk masalah sengketa lahan. 

Program yang berbasiskan pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan secara multi sektoral, khusus di bidang pertanahan reforma agraria merupakan salah satu wujud dari kebijakan tersebut. Reforma agraria melakukan proses pengentasan ini dengan mengupayakan rakyat memiliki aset berupa tanah yang dapat dikelola dan di miliki serta mempunyai akses untuk memberdayakan asetnya. Rakyat dalam hal ini khususnya petani harus mempunyai tanah dan mempunyai akses pada modal, teknologi, pasar, manajemen dan seterusnya. 

Selain itu, petani juga harus mempunyai alat-alat produksi, kapasitas dan kemampuan. Itu semua dapat terwujud bila dilaksanakan reforma agraria,yang secara garis besar didefinisikan sebagai land reform dengan salah satu programnya redistribusi tanah(pembagian tanah). Mungkin yang di alami Desa Seri Tanjung di Provinsi Lampung, serta di Desa Sodong di Provinsi Sumatera Selatan lebih akrab di panggil Mesuji.kali ini tidak jauh beda dimana ada suatu kegagalan dalam reforma argaria yang terjadi di Mesuji yang menjadi perbincangan hangat di masyarakat indonesia dan BPN sendiri yang menyangkut sengketa lahan warga dan perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar