Lampung Reforma Agraria - Analisa Batas Tanah Penguasaan Kereta Api Indonesia : Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda tanah-tanah Perusahaan Kereta Api baik yang berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera telah mendapatkan pengakuan secara Yundis, tanah-tanah tersebut diBestemming- kan (diserahkan penguasaannya) kepada Perusahaan Kereta Api Negara lalu dimuat dalam Staatsblad masing-masing, sehingga tanah-tanah tersebut menjadi hak penguasaan (Beheer) Perusahaan Kereta Api Negara (dahulu disebut SS);
Bahwa selanjutnya tanah-tanah yang sudah di-Bestemming-kan kepada Perusahaan Kereta Api Negara (SS) dilakukan pengukuran, di-peta-kan dan diuraikan dalam GRONDKAART; Bahwa pengukuran dan pemetaan tanah untuk keperluan kereta api hasilnya disebut GRONDKAART, yang fungsinya secara konkrit menjelaskan tentang batas-batas tanah yang berada dalam hak penguasaan kereta api;
Dasar
Kepemilikan Tanah Kereta API
1. Penyerahan Tanah Kepada Staat Spoorwegen
(SS)
Sebelum
dilaksanakan pembangunan jalan kereta api oleh Staat Spoorwegen (SS) , terlebih
dahulu telah dilakukan penyerahan penguasaan tanah negara kepada Staat
Spoorwegen (SS). Penyerahan penguasaan tanah (bestemming) kepada Staat
Spoorwegen (SS) dilakukan berdasarkan
ordonansi yang dimuat dalam Staatsblad Nederlandsch Indie. Setiap lintas jalan
kereta api di-bestemming-kan kepada Staat Spoorwegen (SS) dan dimuat dalam
Staatsblad masing-masing.
Berdasarkan
Staatsblad-Staatsblad tersebut pemerintah telah menyerahkan penguasaan tanah
kepada Staat Spoorwegen (SS). Tanah itu kemudian berada di bawah penguasaan (in
beheer) pada Staat Spoorwegen (SS).
2. Grondkaart No.2 tanggal 9 Desember 1912
Grondkaart merupakan peta ukur atau sekarang sama dengan GS/Gambar stuasi,
Tanah-tanah yang sudah di-bestemming-kan kepada SS lalu diukur, dipetakan dan
diuraikan dalam grondkaart. Pembuatan grondkaart dilakukan menurut teknik
geodesi oleh Landmester (Petugas Pengukuran Kadaster). Untuk memenuhi legalitas
sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka setiap grondkaart disahkan oleh
Kepala Kantor Kadaster dan Residen setempat.
Grondkaart menguraikan dan menjelaskan secara
kongkrit batas-batas tanah yang sudah diserahkan kepada Staat Spoorwegen (SS)
berdasarkan ordonansi yang dimuat dalam Staatsblad masing-masing. Tanah-tanah
yang diuraikan dalam grondkaart tersebut statusnya adalah tanah negara, namun
kualitasnya sudah menjadi kekayaan negara aset Staat Spoorwegen (SS),
Analisa
Dasar Kepemilikan Tanah Kereta Api.
Kepemilikan Tanah Kereta Api tanah sangat
berkaitan hak kepemilikan tanah dengan Hak barat seperti eigendom, opstal, erfpacht dll.
Dasar hukum pengaturan tanah bekas hak barat
diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok
agraria atau biasa disingkat UUPA, beserta beberapa peraturan pelaksanaannya:
PMA ( Peraturan Menteri Agraria )No. 2 tahun 1960, PMA No. 13 tahun 1961,
Keppres 32 tahun 1979 jo. PMDN No. 3 tahun 1979, PMDN No. 6 tahun 1972, PMDN
No. 5 tahun 1973 dan terakhir PMNA No. 9 tahun 1999.
Pada tahun 1960 semua jenis hak atas tanah
termasuk hak eigendom bukan dihapus namun di ubah atau dikonversi " convertion",
conversie" menjadi jenis-jenis hak atas tanah tertentu, dengan suatu
persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Misalnya, hak eigendom menjadi hak milik,
hak erfpacht menjadi hak guna usaha, hak opstal menjadi hak guna bangunan
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, mengatur bahwa masa peralihan hak tanah
barat (eks belanda) seperti: hak erfpacht, hak opstal; hak eigendom, tetap
diakui keberadaannya maksimal 20 tahun sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 5
tahun 1960 yaitu 24 September 1960 (jadi maksimal hak tanah barat diakui pada
tanggal 24 September 1980);
Sesuai dengan KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG POKOK‑POKOK KEBIJAKSANAAN DALAM RANGKA PEMBERIAN
HAK BARU ATAS TANAH ASAL KONVERSI HAK-HAK BARAT,
1) Pasal 1
Tanah
hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai asal konversi hak Barat, yang
jangka waktunya akan berakhir selambat‑lanbatnya pada tanggal 24 September 1980,
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1960 pada saat
berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
2) Pasal 2
Kepada
bekas pemegang hak yang menenuhi sarat dan mengusahakan atau menggunakan
sendiri tanah/bangunan, akan diberikan hak baru atas tanahnya, kecuali apabila
tanah‑tanah
tersebut diperlukan untuk proyek‑proyek pembangunan bagi penyelenggaraan
kepentingan umum.
3) Pasal 3
Kepada
bekas pemegang hak yang tidak diberikan hak baru karena tanahnya diperlukan
untuk proyek pembangunan, akan diberikan ganti rugi yang besarnya akan
ditetapkan oleh suatu Panitia Penaksir.
4) Pasal 4
Tanah‑tanah Hak Guna
Usaha asal konversi hak Barat yang sudah diduduki oleh Rakyat dan ditinjau dari
sudut tata guna tanah dan keselamatan lingkungan hidup lebih tepat
diperuntukkan untuk pemukiman atau kegiatan usaha pertanian, akan diberikan hak
baru kepada Rakyat yang mendudukinya.
5) Pasal 5
Tanah‑tana
perkampungan bekas Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak Barat yang
telah menjadi perkampungan atau diduduki Rakyat akan diberikan prioritas kepada
Rakyat yang mendudukinya, setelah dipenuhinya persyaratan‑persyaratan yang
menyangkut kepentingan bekas pemegang hak tanah.
6) Pasal 6
Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai asal konversi hak Barat yang dimiliki
oleh Perusahaan Milik Negara, Perusahaan Daerah serta Badan‑badan Negara
diberi pembaharuan hak atas tanah yang bersangkutan dengan memperhatikan
ketentuan tersebut Pasal 1.
Bagi mereka bekas pemegang hak atas tanah
diberi kesempatan untuk dapat mengajukan permohonan hak atas tanah bekas haknya
sepanjang tidak dipergunakan untuk kepentingan umum atau jika tidak diduduki
oleh masyarakat pada umumnya.
Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1992
tentang perkeretaapian, maka peraturan perkeretaapian sejak jaman Belanda
dinyatakan tidak berlaku lagi, sesuai dengan Pasal 45 berbunyi :
Pada saat
mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
1) Algemeene Regelen betreffende den Aanleg en
de Exploitatie van Spoor en Tramwegen, bestemd voor Algemeen Verkeer in
Nederlandsch Indie (Koninklijke Besluit, Staatsblad 1926 Nomor 26 jo.
Staatsbiad Nomor 295);
2) Algemeene Bepalingen betreffende de Spoor en
Tramwegen (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 258);
3) Bepalingen betreffende den Aanleg en het
Bedrijf der Spoorwegen (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 259);
4) Bepalingen voor de Stadstramwegen
(Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 260);
5) Bepalingen Landelijke Tramwegen (Ordonnantie,
Staatsblad 1927 Nomor 261);
6) Bepalingen betreffende het Vervoer over
Spoorwegen (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 262);
7) Industriebaan Ordonnantie (Staatsblad 1885
Nomor 158 jo Staatsblad 1938 Nomor 595), dinyatakan
tidak berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN
1998
TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API
Pasal
13
1) Batas daerah milik
jalan kereta api untuk jalan rel yang terletak dipermukaan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, adalah batas paling luar sisi kiri dan
kanan daerah manfaat jalan kereta api, masing-masing sebesar 6 (enam) meter.
2) Batas daerah milik
jalan kereta api untuk jalan rel yang terletak di bawah permukaan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b, adalah batas paling luar
sisi kiri dan kanan serta bagian bawah daerah manfaat jalan kereta api,
masing-masing sebesar 2 (dua) meter, serta bagian atas hingga permukaan tanah.
3) Batas daerah milik
jalan kereta api di jalan rel yang terletak di atas permukaan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c, adalah batas paling luar sisi kiri dan
kanan daerah manfaat jalan kereta api, masing-masing sebesar 2(dua) meter.
Pasal
14
1) Daerah pengawasan jalan
kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), terdiri dari daerah
milik jalan kereta api beserta bidang tanah atau bidang lain di kiri dan
kanannya untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api.
2) Tanah di daerah
pengawasan jalan kereta api dapat dimanfaatkan untuk kegiatan selain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sepanjang tidak membahayakan operasi
kereta api.
Pasal
15
Batas daerah pengawasan
jalan kereta api untuk rel yang terletak di permukaan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, adalah batas paling luar sisi kiri dan
kanan daerah milik jalan kereta api masing-masing sebesar 9 (sembilan) meter.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007
TENTANG PERKERETAAPIAN
Pasal 35
(1)
Prasarana perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus meliputi :
a) jalur kereta api;
b) stasiun kereta api; dan
c) fasilitas operasi kereta api
Bunyi Pasal 36
Jalur kereta api sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a meliputi:
a. ruang manfaat jalur
kereta api;
b. ruang milik jalur kereta
api; dan
c. ruang pengawasan jalur
kereta api
Bunyi Pasal 37
(1)
Ruang
manfaat jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a terdiri
dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di
kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan
penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya
Bunyi Pasal 42
(1)
Ruang
milik jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b adalah
bidang tanah di kiri dan di kanan ruang manfaat jalur kereta api yang digunakan
untuk pengamanan konstruksi jalan rel.
Penjelasan Pasal 42
1. Ayat (1)
Batas ruang milik jalur
kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta
api yang lebarnya paling rendah 6 (enam) meter
Bunyi Pasal 45
Batas ruang pengawasan jalur
kereta api untuk jalan rel yang terletak pada permukaan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur dari batas paling luar sisi
kiri dan kanan daerah milik jalan kereta api
Penjelasan Pasal 45
Batas ruang pengawasan jalur
kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta api
yang lebarnya paling rendah 9 (sembilan) meter.
KESIMPULAN dan SARAN
1. Hukum mengatur bahwa sejak
tahun 1980 seluruh hak-hak barat sudah tidak ada lagi ( karena konversi ) atau
hapus yang ada adalah tanah Negara bekas hak barat. Berdasarkan ketentuan
hukum, ada 3 prioritas yang wajib diperhatikan:
1) Kepentingan umum;
2) Kepentingan bekas pemegang
hak, dan;
3) Ketiga mereka yang menduduki
/ memanfaatkan tanah dengan etiket baik dan tidak mempunyai hubungan hukum
dengan bekas pemegang hak. Kedua, adanya kompensasi terhadap benda2 diatas
tanah Negara bekas hak barat tersebut. Artinya siapapun yang menginginkan hak
atas tanah Negara tersebut harus memberikan konpensasi kepada bekas pemegang
haknya
2. Apabila tanah Negara
tersebut tidak dipergunakankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan umum dan
tidak ada pendudukan oleh masyarakat maka bekas pemegang hak mendapatkan
prioritas memperoleh kembali dengan jalan mengajukan permohonan hak atas tanah
tersebut. Dengan catatan apabila di atas tanah tersebut ada pendudukan
masyarakat maka harus ada kompensasinya untuk mereka.
3. tanah Negara ( bekas)
eigendom pada prinsipnya dapat dimohonkan sesuatu hak atas tanah oleh siapapun
juga, sepanjang tanah tersebut tidak dipergunakan atau dimanfaatkan untuk
Negara atau kepentingan umum. Permohonan hak atas tanah Negara bekas eigendom
tidak didasarkan pada riwayat kepemilikan seperti warisan hanya petunjuk bukan
satu-satunya pedoman dalam rangka pengajuan. Hubungan hukum hak keperdataan
bekas pemegang hak hanyalah berkaitan dengan benda-benda yang ada diatas tanah
bukan tanahnya. Status tanahnya adalah " tanah Negara" ( tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara ).
4. Prasarana PT Kereta Api
Indonesia meliputi jalur kereta api,
stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api. Tentang jalur kereta api,
terbagi dalam tiga ruang, yakni ruang manfaat, ruang milik, dan ruang
pengawasan. Jika ditarik garis terluar, maka total batas paling tepi ialah 15
meter dari tempat rel kereta. merupakan kawasan steril dan menjadi
milik PT KAI. sesuai PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN
1998 dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG
PERKERETAAPIAN adalah :
1. Batas ruang milik jalur
kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta
api yang lebarnya paling rendah 6 (enam) meter
2. Batas ruang pengawasan jalur
kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta api
yang lebarnya paling rendah 9 (sembilan) meter.
5. Untuk meminimalisir konflik
Kepemilikan Tanah Pemerintah harus tegas meminta kepada PT Kereta APi Indonesia
untuk melepas aset-aset yang diklaim miliknya selama di luar batas terluar rel
sejauh 15 meter. Dengan demikian, lahan-lahan yang dikuasi PT KAI sebelum
kemunculan UU tersebut harus dikembalikan sebagai tanah Negara.
6. Grondkaart merupakan peta ukur atau sekarang sama dengan GS/Gambar stuasi,
Grondkaart bukan merupakan bukti kepemilikan tanah maka Untuk Melindungi
Hak-hak Rakyat Pemerintah melalui Badan Pertanahan harus melakukan pemetaan dan
memberikan Hak kepemilikan Atas Tanah sesuai dengan Keputusan Presiden No. 32
TAHUN 1979, selama di luar batas terluar Rel Kereta Api sejauh 15 meter.
Tulisan yang bagus, konstruktif dan solutif, Groond Karts jaman penjajah sedang Sekarang gunakan undang2 sebagai negara merdeka, mana presiden kok tidak tegas masalah ini banyak korban dimana-mana penuh ketidak pastian
BalasHapusSurat pernyataan isi sudah lama skali apakah masih berlaku? Peraturan tahun 1912 saya kira UUD skrng lebih sah dan lebih modern untuk bisa menjadi landasan hukum untuk rea modern skrng ini
BalasHapus