Puslakum LARA - Jokowi Harus segera Realisasikan Program Reforma Agraria : Realisasi program reforma agraria dan distribusi lahan pertanian seluas 9 juta ha yang digembar-gemoborkan kepada petani miskin dan petani kecil oleh Presiden Jokowi masih menjadi kabar yang paling dinantikan oleh jutaan petani di Indonesia.
Program tetap program tetapi efek dari pelaksanaan kebijakan tersebut masih jauh bagi petani. Kenyataan bahwa dengan minimnya lahan pertanian yang ada ditambah semakin banyaknya jumlah kasus konflik agraria, kemiskinan akan terus menjadi masalah sosial yang tak kunjung terselesaikan. Selain itu kurangnya bahan pangan yang diproduksi di desa memicu bergulirnya kebijakan impor pangan yang justru menyengsarakan petani.
Selain sudah menjadi rencana pembangunan, urusan penyediaan tanah bagi petani telah mendapat pengakuan Undang-Undang. UUPA No.5 Tahun 1960, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani No. 19 Tahun 2013 hasil judisial review. UU No. 41 Tahun 2009 tentang Penyediaan Lahan Pangan Berkelanjutan sudah mengatur bahwa petani berhak atas 2 ha lahan pertanian
Kenapa kebijakan distribusi lahan pertanian 9 juta ha sangat dinantikan? Ini menjadi jaminan bagi petani kecil untuk dapat hidup layak dan berproduksi secara berkelanjutan. Kalau lahan untuk pertanian tidak tersedia bagaimana petani berproduksi, terus bagaimana petani keluar dari masalah kemiskinan. Satu hal lagi, kepastian kebijakan distribusi lahan ini juga menjadi solusi konkrit atas kemandekan penyelesaian permasalahan konflik agraria yang terjadi. Penting untuk dicatat, Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi terbesar penyumbang angka kasus konflik agraria secara nasional,
Lampung Reforma Agraria (LARA) meminta Pemerintah Pusat untuk segera merealisasikan program reforma agrarian pada tahun ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) belum bisa memastikan berapa lahan yang akan digunakan untuk pencadangan lahan pangan atau pertanian. Yang pasti, luasan lahan akan sangat tergantung permohonan atau sesuai kebutuhan Kementan, Kementerian LHK tentu akan memberikan pertimbangan. Namun yang pasti, saat ini Kementerian LHK telah mengantongi lahan objek reformasi agraria sekitar 4,1 juta ha yang bisa saja dimanfaatkan untuk lahan pertanian tersebut.
Meneurut Dirjen Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK San Afri Awang menyatakan, pihaknya belum bisa memastikan berapa lahan yang akan digunakan untuk pencadangan lahan pangan atau pertanian tersebut. "Untuk alokasi lahan, kami jadwalkan tahun 2016 tuntas. Kami ada lahan objek reforma agraria sekitar 4,1 juta ha. Lalu, ada juga lahan hutan produksi konversi, yang bisa kita ambil dari situ.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki akan berkoordinasi dengan lima kementerian terkait persoalan redistribusi lahan 9 juta hektare. Hal itu ditujukan sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan konflik agraria di Indonesia.
Lima kementerian itu adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Pertanian; dan Kementerian Dalam Negeri. Pemerintah juga berjanji untuk membentuk Unit Khusus terkait dengan penyelesaian konflik agraria.
Menurut data yang tercatat ada enam sektor yang menyumbang konflik agraria di Tanah Air. Sektor itu adalah perkebunan (126 konflik); pertanian (4 konflik); kehutanan (24 konflik); pertambangan (13 konflik); pesisir (4 konflik); infrastruktur (70 konflik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar